Oleh : Muhammad Ibn Nazir.
BismillahirRahmanirRahim. Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, dan selamat sejahtera. Alhamdulillah syukur kehadrat Illahi, Salam dan Selawat ke atas junjungan Nabi Muhammad s.a.w , Ahli keluarga Baginda dan Sahabat-sahabatnya. Aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah kecualiNya dan Muhammad s.a.w itu Hamba dan PesuruhNya. Segala Puji bagi Allah, Tuhan Semesta Alam.
Namanya:
Abdullah bin Mughaffal bin Abdu Ghunmin atau Ibnu Nahmin bin Afif bin As-Ham bin Rabi'ah bin Azdar atau Ibnu 'Adi bin Tsa'labah bin Dzuaib atau Zuaid bin Sa'ad bin Ida bin Utsman bin 'Amr bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar Al-Bashri. Beliau terkenal dengan nama aslinya ini. Nama panggilannya ialah Abu Sa'ied atau Abu 'Abdirrahman atau Abu Ziad. Karena beliau memang mempunyai anak-anak yang bernama Sa'id, Abdurrahman,, Ziad, dan lain-lain berjumlah tujuh orang.
Kehidupannya:
Beliau termasuk golongan sahabat yang ikut melakukan Bai'atur-Ridhwan atau bai'atus-Syajarah iaitu sumpah setia yang dilakukan di bawah sebatang pohon pada satu tempat yang bernama Hudaibiah dalam tahun ke tujuh Hijriyyah. Beliau sendiri bercerita tentang peristiwa yang sangat penting itu, "Aku termasuk di antara orang-orang di bawah mana Nabi saw mengambil bai'ah atau perjanjian sumpah setia dari para sahabat". Sejak itu beliau tidak pernah ketinggalan dalam perjuangan menegakkan dan meyebarkan ajaran agama Islam di mana-mana bersama-sama dengan Nabi saw hingga wafatnya, kecuali ghazwah Tabuk.
Dalam persiapan untuk melakukan perang/ghazwah Tabuk iaitu suatu peperangan yang letak medan pertempurannya sangat jauh lagi pula dilakukan dalam musim panas yang sangat membakar, musim panas yang amat mencekik dan hampir pula dengan musim kemarau tanam tumbuhan yang menggairahkan, ternyata Abdullah bin Mughaffal ini semakin hari semakin tambah bingung dan bimbang. Lebih-lebih setelah hampir tibanya hari pemberangkatan. Sebab ia dalam usahanya untuk mendapatkan kendaraan dan wang tetap gagal tidak berhasil, mengingat jarak yang dituju dan telah ditetapkan itu sangat jauh.
Tapi karena dorongan imannya yang sempurna dan keyakinan yang benar, ia berusaha terus dan tidak berputus asa. Dalam hati kecilnya hanya terguris harapan agar dapat mati syahid atau tersebarnya agama Islam di samping harapan terbesar ialah dapat tetap ikut berperang sabil bersama-sama dengan Rasulullah saw. Namun setiba usaha yang dicubanya tetap buntu dan tidak berhasil. Akhirnya ia mencuba memohon bantuan kepada Nabi saw sendiri untuk kalau-kalau dapat mengusahakan kendaraan. Tapi betapa kecewanya ketika mendengar jawaban beliau, "Aku juga tidak dapat mengusahakan kendaraan-kendaraan buat mengangkut kalian." Akhirnya ia hanya dapat melampiaskan kekesalan hatinya untuk mengadu halnya kepada Tuhannya dengan cara menangis. Ia pun menangis dan menangis. Alangkah sedih fikirnya ketika menyaksikan orang-orang dan teman-temannya yang mampu, berbaris dan bershaf-shaf, berderap-derap dengan langkah yang teratur mengikuti komando Nabi saw keluar menuju medan perang untuk fi'sabilillah sedang ia sendiri tidak berkemampuan dan tidak mempunyai kendaraan. Ia sedih, kerana harus tinggal dalam kota bersama-sama dengan orang-orang perempuan, anak-anak kecil yang belum memenuhi syarat untuk mengikuti perang sabil. Orang-orang tua, orang-orang sakit. Tatkala lamunannya sampai ke situ, mengucurkan air matanya untuk kesekian kalinya.
Untuk seketika sedihnya menjadi sirna waktu mendengar bunyi ayat yang baru diturunkan kepada Nabi saw, "Dan tidak juga berdosa orang-orang yang ketika mereka datang kepadamu (memohon) supaya engkau memberi kenderaan kepada mereka, engkau berkata: “Tidak ada padaku kenderaan yang hendak kuberikan untuk membawa kamu”, mereka kembali sedang mata mereka mengalirkan airmata yang bercucuran, kerana sedih bahawa mereka tidak mempunyai sesuatupun yang hendak mereka belanjakan (untuk pergi berjihad pada jalan Allah).(QS. At-Taubah:92) Untuk sementara ia senang kerana ia termasuk di antara orang-orang yang dimaksud dalam ayat itu. Namun, ia tetap masih bersedih hati lantaran tidak dapat ikut bertempur dan tidak dapat mengikuti jejak Nabi saw yang sangat dicintainya itu.
Dalam Zaman Khulafa' Rasyidin:
Demikian kehidupan Abdullah hingga wafatnya Nabi saw. Maka dalam masa Khulafah Abu bakar, ia tetap ikut dalam peperangan untuk menumpas kaum-kaum yang kufur, murtad dan tidak mahu mengeluarkan zakat. Dalam zaman khalifah-khalifah Umar dan Usman, juga ia tidak ketinggalan dalam usaha menyebarkan Islam ke daerah-daerah timur tengah lainnya. Ketika daerah Iraq telah di Islam-kan khalifah Umar secara beruntun mengirimkan sepuluh orang Ahli Fiqih untuk mengajarkan agama di Bashrah. Maka terdapatlah di antara hadits-hadits yang diriwayatkannya terdapat perawi dari ulama'-ulama' Bashrah atau Kufah. Dalam perjuangannya yang gigih untuk memasukan Islam ke daerah Tustar, beliau berhasil sebagai orang yang pertama sekali memasuki pintu gerbang kota itu.
Demikianlah satu demi satu negeri dan daerah protektorat Romawi di Timur Tengah jatuh ke tangan umat Islam, berkat usaha beliau dengan kawan-kawannya di bawah pimpinan panglima-panglima yang terkenal semisal Abu 'Ubaidah (Amir bin Jarrah, Khalid bin Walid, dan lain lain). Dalam masa khalifah Ali bin Abi Thalib, ia memilih tempat tinggal dan berhijrah ke Bashrah. Di sana ia memiliki sebuah rumah yang dibangunnya dekat masjid. Pada rumahnya dan di daerah itulah ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya dengan giat mengajar dan beribadah lainnya hingga ia wafat dalam tahun 60 H atau tahun 59 pada masa akhir hidupnya khalifah Mu'awiah bin Abi Sufyan.
Jenazah beliau untuk memenuhi washiatnya sendiri, telah disembahyangkan atasnya oleh sahabat Abu Barzah Al-Aslami ra.
Riwayatnya:
Atas jasa-jasanya maka Allah SWT telah mengkaruniai beliau nama yang kekal abadi termaktub dalam kitab-kitab hadits sebagai sumber sejumlah 43 hadits. Bukhori dan Muslim bersepakat atas empat hadits daripadanya, sedangkan Bukhori sendiri saja hanya satu hadits dan Muslim sendiri juga satu Hadits. Di antara orang-orang atau ulama Tabi'in yang menerima hadits riwayat beliau ialah Hasan Al-Bashri, dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment