Thursday, 2 April 2009

Sejarah Hidup Imam Tirmidzi R.A.

Oleh : Muhammad Ibn Nazir

Assalammualaikum dan Salam Sejahtera. Alhamdulillah Syukur kehadrat Allah S.W.T, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang Selawat dan Salam bagi Rasulullah s.a.w dan Ahlul Baitnya.

Setelah Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Dawud, kini giliran Imam Tirmidzi, juga merupakan tokoh ahli hadith dan penghimpun hadith yang terkenal. Karyanya yang masyhur yaitu Kitab Al-Jami’ (Jami’ At-Tirmidzi). Ia juga tergolong salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadith) dan ensiklopedia hadith terkenal. Imam al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak -Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadith kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.



Perkembangan Dan Lawatannya
Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadith. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri: Hijaz, Iraq, Khurasan dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadith untuk mendengar hadith yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Makkah. Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut. Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam isnin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.

Guru-Gurunya
Ia belajar dan meriwayatkan hadith dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadith dan fiqh. Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadith dari sebahagian guru mereka. Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.

Murid-Muridnya
Hadith-hadith dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.

Kekuatan Hafalannya
Abu ‘Isa at-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadith, kesalehan dan ketaqwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercayai, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:

“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid berisi hadith-hadith yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahawa dialah orang yang ku maksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahawa “dua jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang ku bawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadith, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadith yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahawa kertas yang ku pegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahawa apa yang ia bacakan itu telah ku hafal semuanya. ‘Cuba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadith yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadith yang tergolong hadith-hadith yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Cuba ulangi apa yang ku bacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.”

Pandangan Para Kritikus Hadith Terhadapnya
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadith, mengelarkan Tirmidzi ke dalam kelompok “Tsiqah” atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kukuh hafalannya, dan berkata: "Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadith, menyusun kitab, menghafal hadith dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.” Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadith menerangkan; Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang penghafal dan ahli hadith yang baik yang telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadith-hadithnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Shahih sebagai bukti atas keagungan darjatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadith yang sangat mendalam.


Fiqh Tirmidzi Dan Ijtihadnya
Imam Tirmidzi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadith yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Barang siapa mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadith mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: “Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: ‘Penangguhan membayar hutang yang dilakukan oleh si berhutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan hutangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan hutang itu diterimanya.”

Imam Tirmidzi memberikan penjelasan sebagai berikut:
Sebahagian ahli ilmu berkata: “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.” Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq. Sebahagian ahli ilmu yang lain berkata: “Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil).” Mereka memakai alasan dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim.”

Menurut Ishak, maka perkataan “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim” ini adalah “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu.” Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahawa betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Tirmidzi dalam memahami nas-nas hadith, serta betapa luas dan logik pandangannya itu.

Karya-Karyanya
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya:
• Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi.
• Kitab Al-‘Ilal.
• Kitab At-Tarikh.
• Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah.
• Kitab Az-Zuhd.
• Kitab Al-Asma’ wal-kuna.
Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami’.

Sekilas Tentang Al-Jami’
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadith) dan ensiklopedia hadith terkenal. Al-Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’ Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmidzi. Namun nama pertamalah yang popular.

Sebahagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Shahih kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Shahih Tirmidzi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah. Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: “Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Iraq dan Khurasa, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi s.a.w yang selalu berbicara.” Imam Tirmidzi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadith shahih semata, tetapi juga meriwayatkan hadith-hadith hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya.

Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadith-hadith yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh kerananya, ia meriwayatkan semua hadith yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu shahih ataupun tidak shahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadith. Diriwayatkan, bahawa ia pernah berkata: “Semua hadith yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan.” Oleh kerana itu, sebahagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua buah hadith, iaitu: “Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab “takut” dan “dalam perjalanan.” “Jika ia peminum khamar – minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia.”

Hadith ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak dalam hadith di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebahagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan Asyab serta sebahagian besar ahli fiqh dan ahli hadith juga Ibn Munzir. Hadith-hadith da’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya menyangkut fadha’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat dimengerti kerana persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadith semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadith-hadith tentang halal dan haram.

No comments:

Post a Comment

You May Also Like These Article

Related Posts with Thumbnails